Polemik sastra mengenai buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh, ternyata belum tunai juga. Meskipun kita tak tahu bagaimana sebuah polemik biasa diakhiri. Akan tetapi ritus saling berbantah tersebut, berawal dari tidak sepakatnya para sastrawan terkait pelibatan Denny J.A. Permasalahan berujung pada Fatin Hamama yang dianggap sebagai pekerja seni penghubung antara Denny J.A dengan dunia puisi. Antiklimaksnya Fatin mengadu pada kepolisian atas pecemaran nama baik yang dilakukan oleh Saut Situmorang. Fatin tak terima karena merasa telah ditimpa makian oleh Saut Situmorang.
Tampilkan postingan dengan label Salihara. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Salihara. Tampilkan semua postingan
Rabu, 06 Januari 2016
Kamis, 31 Desember 2015
Wijaya Herlambang Dalam Kenangan Pemuda Islam Kiri
BEBERAPA hari setelah kepergian Wijaya Herlambang, kawan Martin Suryajaya menuliskan obituari yang bertenaga dan tak biasa sebagaimana umumnya sebuah obituari. Di sana Martin membabarkan tugas maha berat bagi gerakan kiri untuk melanjutkan apa yang sudah dikerjakan oleh Wijaya melalui karya terkenalnya “Kekerasan Budaya Pasca 1965”. Untuk hal ini kita semua—yang mengaku kiri—bersepakat dengan Martin. Begitupun dengan saya.
3 Warisan Wijaya Herlambang untuk Anak Muda di Indonesia
Wijaya Herlambang harusnya menjalani kemo terapi saat bersaksi di sidang IPT 1965, tapi ia memilih untuk menjadwal ulang.
Label:
Febriana Firdaus,
Rappler,
Salihara,
Wijaya Herlambang
Kamis, 15 Oktober 2015
“Yang Terpanggil Tanah Air”: Praktik Politik-Seni di Indonesia Masa Kini
DALAM esai bertajuk “The Island that Literature Forgot”, Wayan Sunarta menjelaskan secara singkat babakan-babakan dalam sastra Indonesia, mulai dari Pujangga Lama, Generasi 1945, Generasi 1960-an, novel-novel Romantis di tahun 1980-an, Generasi Reformasi dengan Wiji Thukul sebagai salah seorang pelaku, Angkatan 2000, Sastra Cyber, Sastrawangi, dan Perang Sastra boemipoetra vs TUK/Salihara. Setelah membabar secara singkat babakan sastra Indonesia sejak era Pujangga Lama hingga Perang Sastra boemipoetra vs TUK/Salihara, Sunarta kemudian membabar tentang politik sastra yang dimainkan oleh Goenawan Mohamad dan para pengkritiknya dalam Frankfurt Book Fair (FBF). Tulisan Sunarta itu tampaknya lahir sebagai kritik terhadap acara FBF yang menampilkan Indonesia sebagai tamu kehormatan.
Label:
Bosman Batubara,
Goenawan Mohamad,
Literasi,
Salihara
Langganan:
Postingan (Atom)