VIDEO Game bagi anak muda masa kini mirip seperti kesusastraan bagi anak muda di di zaman Renaisans.
Video Game adalah bentuk termaju dari budaya pop masa kini. Namun anehnya, berbeda dari film, musik dan komik, bentuk budaya pop kontemporer ini jarang diutak-utik oleh para pengkaji budaya pop. Padahal
video game bisa dikatakan merupakan bentuk budaya pop yang paling mampu memproduksi dan mereproduksi budaya dan ideologi dalam benak para penikmatnya. Mengapa demikian? Karena berbeda dari film, musik atau komik yang menempatkan para penikmatnya dalam posisi pemirsa yang pasif mengikuti cerita,
video game memposisikan para penikmatnya sebagai subjek cerita yang melalui pilihan-pilihannya membentuk hasil akhirnya sendiri. Kalau pada film, musik dan komik, ruang keaktifan pemirsa hanya terbatas pada interpretasi, pada
video game ruang partisipasi aktif itu tak hanya tersedia pada aras penafsiran, tetapi juga pada keseluruhan proses permainan itu sendiri. Misalnya, apabila
multiple endings dalam film terwujud secara metaforis sebagai hasil dari tafsiran penonton,
multiple endings dalam video game terwujud secara
harfiah sebagai akibat dari perbuatan sang pemain
game sebagai si tokoh utama cerita. Dimensi partisipasi aktif inilah yang menyebabkan
video game memiliki kekuatan yang lebih besar untuk memproduksi dan mereproduksi ideologi melampaui bentuk-bentuk budaya pop lainnya. Itulah sebabnya, aneh bila para pengkaji budaya pop yang menggunakan
perspektif Marxis tak pernah membuat studi khusus tentang
video game. Ada berjubel kajian Marxis tentang film atau musik dan beberapa tentang komik, tetapi tidak ada satupun tentang
video game—apalagi di Indonesia.