Tampilkan postingan dengan label Tikus Merah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tikus Merah. Tampilkan semua postingan

Minggu, 21 Februari 2016

Kepada Fidel

Kehadiran Kuba
Saat siksaan dan kemuraman
terasa mempersempit kebebasan udara
dan kau tidak melihat gelombang harum
kecauali darah di sela karang,

Jual Buku-buku Langka Karya Pramoedya Ananta Toer

Bagi Kolektor buku Pramoedya Ananta Toer, kami hendak menawarkan karya karya Pram edisi lawas. Silakan kalau berminat.

Selasa, 09 Februari 2016

Suatu Kisah dalam "Perburuan" Pramoedya Ananta Toer

[Untuk Ulang Tahun P.A.T yang Ke-91]

Dari Penjara Lahirlah Karya

Hanya sedikit karya sastra yang berkisah pada masa pendudukan Jepang. Dari yang sedikit itu, satu yang menonjol adalah Perburuan karya prosais terbesar Indonesia, Pramoedya Ananta Toer.

Tipuan Sarung Jokowi

Dalam catatan kaki untuk tulisan The Gost of Stalin, Sartre menulis begini: “Propaganda borjuis dengan sangat cerdik menekankan kenyataan bahwa tokoh tokoh masyarakat yang prestesius dalam kegiatan kemasyarakatan mereka, mimiliki kehidupan-kehidupan pribadi yang sangat biasa, persis seperti orang kebanyakan lainnya.” Kata-kata Sastre tersebut akan menerang jelaskan kenapa foto Jokowi memakai sarung yang sedang bersantai di Raja Ampat disebar luaskan media borjuis secara luas. Jokowi sebagai kepala suku rezim borjuasi yang sedang berkuasa saat ini terus menerus berusaha digambarkan media media borjusi seperti yang dikatakan Sartre: “[Jokowi] persis seperti orang kebanyakan lainnya.” Makna kata “kebanyakan lainnya” adalah rakyat biasa.

Senin, 08 Februari 2016

Sastra Pertobatan

Sebuah ulasan yang menggigit diberikan Keith Foulcher, dalam buku The Indonesia Killings: Pembantaian PKI di Jawa dan Bali 1965-1966 (2000), tentang novel Anak Tanah Air (1985) karya Ajip Rosidi. Menurut Foulcher, novel itu penting karena berusaha mereka-ulang sejarah, khususnya Peristiwa 1965, yang sebelumnya monolitik dan dikendalikan Orde Baru.

Jakarta dan Revolusi Pemuda

Saat Bang Pi’i mengorganisir preman di seputaran Pasar Senen untuk melawan Belanda, tentu ia berharap negaranya maju setelah bebas dari belenggu penjajahan. Sebagai anak Jakarta, secara khusus, ia tentu menginginkan juga Jakarta bisa tumbuh menjadi kota yang mengayomi rakyat jelata setelah Belanda dan Jepang diusir. Dibesarkan dalam kerasnya dunia preman di Pasar Senen, Bang Pi’i tentu paham sulitnya mencari sebutir nasi. Tapi sayang, Jakarta sekarang jauh dari harapan Bang Pi’i. Jakarta tumbuh menjadi kota yang ramah bagi pengusaha dan pemodal, tapi kejam bagi rakyat jelata.

Marlo Sitompul, SH: Penantang Ahok Dari Kaum Miskin Kota

Pilkada DKI tinggal dua tahun lagi. Masing-masing calon sudah mulai unjuk gigi. Sebagian dari mereka adalah mantan penjabat dan pengusaha. Sudah lumrah. Dalam era demokrasi parlementer, uang menjadi salah satu kunci. Tapi ada satu yang berbeda sebagai salah satu penantang Ahok, yaitu Marlo Sitompul, SH. Marlo Sitompul saat ini menjadi Ketua SPRI, sebuah organisasi yang memperjuangkan kaum miskin perkotaan. Di DKI Jakarta organisasi ini sudah banyak dikenal karena sering membela kaum miskin kota dalam berbagai masalah, dari penggusuran sampai memperjuangkan pelayanan kesehatan bagi warga miskin. Siapakah Marlo Sitompul?

Kamis, 31 Desember 2015

RIP Wijaya Herlambang: Membongkar Dusta Agen Kebudayaan

Wafat: Jumat, 4 Desember 2015

Peristiwa terbunuhnya 7 jenderal pada 30 September 1965 masih belum menemukan jawabnya yang pasti. Siapa pelakunya? Namun bagi pendukung Suharto dan Orde Baru gampang saja: PKI satu-satunya yang harus bertanggung jawab. Tidak demikian dengan para peneliti, akademisi, dan aktivis. Jawabannya tidak sesederhana menjentikkan telunjuk ke arah PKI.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...