Rabu, 29 Juli 2015

Koran Pertama Berbahasa Jawa

Terbit ketika Surakarta menjadi salah satu pusat penyebaran pendidikan model Eropa di Jawa, Bramartani gagal bertahan karena minim pelanggan.

Satu tahun sebelum Undang-Undang Pers (Drukpersreglement) 1856 diperkenalkan pemerintah Belanda, seorang guru bahasa Jawa Institut Bahasa Jawa di Surakarta mendirikan Bromartani, surat kabar mingguan berbahasa Jawa. Ahmat Adam dalam buku Sejarah Awal Pers dan Kebangkitan Kesadaran Keindonesiaan (2003) mencatat bahwa Bromartani merupakan surat kabar berbahasa Jawa pertama di Hindia Belanda.

Carel Frederik Winter, nama guru bahasa Jawa itu, memimpin pengelolaan surat kabar tersebut bersama anaknya yang bernama Gustaaf Winter. Hartevelt, penerbit dari Belanda, menyuntikkan modal sebesar 400 gulden untuk penerbitan dan pengelolaan surat kabar. Edisi uji coba untuk pertama kali diterbitkan pada 25 Januari 1855. Edisi uji coba semacam ini adalah lazim dilakukan pada masa itu, tujuannya untuk mengukur respon calon pembaca dan mencari pelanggan. Edisi reguler perdananya sendiri terbit pada 29 Maret 1855.

Surat kabar ini terbit setiap hari Kamis dengan harga langgann sebesar 12 gulden. Dalam tulisan-tulisannya, Bromartani menggunakan bahasa kromo inggil, tingkatan tertinggi dalam bahasa Jawa. Beberapa saat setelah terbit, surat kabar ini segera menarik perhatian murid-murid sekolah dan para pembaca umum.

Winter dan anaknya memang menyasar anak-anak sekolah sebagai pembaca. Apalagi Surakarta di tahun-tahun tersebut merupakan pusat penyebaran pendidikan model Eropa di kalangan anak-anak bangsawan di Jawa. Karena itu sebagian beritanya khusus membahas ilmu fisika seperti berat udara, air, dan berbagai materi sebagai bacaan murid-murid sekolah. Muatan sastra dan pendidikan juga cukup banyak mengisi halaman-halaman Bromartani. Ronggowarsito, seorang pujangga istana Kasunanan Surakarta, menjadi salah satu dewan redaksi dan penulis rutin di surat kabar ini.

Untuk pembaca umum, Bromartani menyediakan tulisan-tulisan dengan tema beragam seperti berita kelahiran dan kematian, iklan lelang, obral barang, perkembangan industri, pergantian pejabat, jadwal keberangkatan dan kedatangan kapal, termasuk juga berita berita-berita mengenai kejadian yang berada di sekitar Surakarta. Tahun 1856 surat kabar ini bahkan memberitakan secara lengkap penobatan sultan Yogyakarta yang baru.

Mengenai Bromartani ini D.A. Rinkes, seorang penasihat urusan pribumi pemerintah Belanda, sebagaimana dicatat dalam buku Sejarah Nasional Indonesia edisi 5 mengatakan bahwa "surat kabar ini menjadi sura tkabar keraton yang berisi tentang pengangkatan dan pemindahan pegawai-pegawai keraton, dari orang-orang magang bergaji 2,5 gulden sampai pegawai tinggi yang bergaji 600 gulden sebulan. Pada umumnya surat kabar ini loyal terhadap pemerintah."

Perkembangan penerbitan surat kabar ini ternyata tidak menggembirakan. Sampai hampir dua tahun setelah terbit, jumlah pelanggannya tidak naik secara signifikan. Pada akhir 1956 misalnya, jumlah pelanggan hanya sekitar 290 orang. Kondisi ini tentu menyulitkan pengelola untuk terus menerbitkan secara rutin. Hartevelt, menyatakan bahwa surat kabar ini secara bisnis telah gagal mendatangkan keuntungan yang diharapkan. Jumlah pelanggan tidak mampu menutupi modal awal yang disuntikkan dan biaya produksi. Akhirnya pada 23 Desember 1856, Bromartani resmi terbit untuk terakhir kali. (REMOTIVI/Wisnu Prasetya Utomo)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...