Tampilkan postingan dengan label Indoprogress. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Indoprogress. Tampilkan semua postingan

Jumat, 21 Agustus 2015

Khotbah tentang Kebosanan

PEMBACA tentu pernah bersua orang, mengerjakan kegiatan, atau berada dalam situasi yang membosankan. Sebagai manusia pasti kita pernah mengalami kebosanan. Tak banyak orang yang hidup membosankan. Tapi kalau kita tengok riwayat orang-orang besar, sebagian besar kehidupan mereka diisi bagian-bagian yang buat kebanyakan orang membosankan. Immanuel Kant seumur hidupnya tak pernah pergi lebih dari 10 km dari kampung halamannya. Nyaris tiap hari dia menempuh jalan yang sama pada jam yang sama. Nyaris seperti bintang gemintang di langit yang dikaguminya, kehidupannya beredar dari situ-situ saja. Charles Darwin juga mirip. Sepulangnya dari ekspedisi Galapagos, nyaris Darwin tak pernah keluar kotanya. Setelah ikut terjun dan menjalani hidup menggairahkan di antara revolusi-revolusi Eropa, Marx menghabiskan setengah umurnya di British Museum mengulik bahan yang itu-itu saja.

Sabtu, 15 Agustus 2015

Mengimani Konspirasi

SEKITAR setahun silam, pemred saya, Coen Pontoh, pernah menulis: perubahan politik di Amerika Latin melahirkan teori dependensia, India melahirkan teori poskolonial, sementara Indonesia melahirkan teori konspirasi.

Selasa, 11 Agustus 2015

Apa Kita Masih Percaya Pada Hukum?

Keadilan tidak ada kaitanya dengan apa yang terjadi di ruang sidang; keadilan adalah apa yang keluar dari ruang sidang itu.
(Clarence Darrow)

Senin, 10 Agustus 2015

Brengseknya Pendidikan Hukum di Indonesia

Undang-undang apakah yang kalian praktekkan?
Tuan jaksa jawab tuan jaksa
Undang-undang mana bikinan siapa
Yang mengijinkan pejabat negara
Menganiaya rakyat
Dan menginjak hak-haknya

Rabu, 05 Agustus 2015

Apa Itu Islam Progresif?

SUDAH saatnya menceraikan liberalisme Islam dari kata “progresif”. Kelemahan utama studi yang dilakukan oleh Martin van Bruinessen dkk dalam Conservative Turn: Islam Indonesia dalam Ancaman Fundamentalisme (2014) adalah masih mempertahankan istilah ini untuk menggambarkan dinamika keterbukaan pada kelas menengah Muslim terdidik Indonesia terhadap ide-ide pembaruan Islam. Suatu kelemahan yang juga diulangi oleh Laode Ida baru-baru ini, yang melihat kebangkitan kaum moderat Nahdliyin sebagai produk dari “liberalisme politik” pasca-Reformasi.

Jumat, 31 Juli 2015

Liburan Lebaran

PERAYAAN Idul Fitri di Indonesia sangat khas. Berbeda dengan di Timur Tengah, di sini dikenal tradisi mudik. Asalnya dari kata udik, yang artinya kembali ke udik, dusun atau pelosok. Mudik atau pulang kampung adalah perjalanan warga yang tinggal di kota-kota besar, kembali ke kampung halaman. Itulah salah satu keistimewaan Islam Nusantara–ada saja yang menulis Islam NUsantara.

Kamis, 23 Juli 2015

Marx dan Tauladan Bagi Remaja

MENDENGAR nama Karl Marx, yang berkelebat dalam kepala kita adalah Partai Komunis Indonesia (PKI), yang digambarkan sebagai brutal dan biadab oleh Orde Baru Soeharto. Tulisan ini, tidak secara langsung, hendak meluruskan kesalah anggapan tersebut. Tapi lebih sebagai catatan pribadi saya selama bersentuhan dengan pemikiran Marx di masa remaja. Di suatu waktu jauh di belakang kita, di awal reformasi. Di mana berbagai gagasan dan pengetahuan tentang Marx dan Marxisme dimungkinkan kembali untuk dipelajari.

Minggu, 19 Juli 2015

Marxisme dan Peribahasa Hemat Pangkal Kaya

TULISAN kali ini tidak akan mengulas soal politik penghematan IMF dan Bank Dunia. Sebagai bagian dari proyek neoliberalisme, seperti para pembaca tahu betul, politik penghematan atau austerity merupakan salah satu syarat penalangan utang-utang jatuh tempo bagi negara-negara yang sedang krisis utang. Indonesia pun pernah dan masih mengalaminya.

Kamis, 16 Juli 2015

Melupakan Maaf dan Memaafkan Lupa

LIMA PULUH tahun silam, sekurang-kurangnya 1 juta orang tewas dan hilang di tangan militer Indonesia dan ormas-ormas sekutunya.

Rabu, 15 Juli 2015

Katakan TIDAK Kepada Penjajahan Ekonomi: Mengapa Kemenangan Yunani adalah Kemenangan Kita

“Adalah…perlu untuk mengingat kembali satu aksiom dari materialisme historis: bahwa perjuangan antarkelas di dunia ini pada akhirnya diselesaikan di ranah politis – bukannya ekonomi atau kebudayaan – dari masyarakat.” (Sejarawan Marxis Perry Anderson (1974) dalam Lineages of the Absolutist State, hal. 11).

Selasa, 14 Juli 2015

BPJS Kesehatan: Perlindungan Kesehatan atau Jasa Keuangan Negara?

PADA 25 November 2011, pemerintah mengesahkan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).[1] Dengan adanya UU BPJS,[2] pengelolaan program asuransi sosial yang sebelumnya tersebar, hendak ditata ulang dan disentralisasi di bawah BPJS.

Senin, 13 Juli 2015

Amba Ingin Pulang tapi Takut Jadi Komunis

Tak bisa dimungkiri, apa pun yang (dianggap) berbau peristiwa ’65, alias Gestok atau Gestapu (G30S/PKI), akan menjadi masalah yang seksi. Penyebabnya adalah adanya selubung ketabuan yang mirip jargon bahasa dangdut koplo, “bukak sithik jos!”, bukannya “bukak akeh jos!”. Dengan kata lain, menutupi sedikit dan membuka sedikit. Ketabuan justru membuat siapapun semakin berhasrat membicarakannya. Misalnya, di ranah sastra, puluhan karya yang mengungkit berbagai kejadian seputar 1965 serta serentetan kejadian terkait seperti penangkapan, pembantaian, dan penyingkiran struktural siapapun yang dianggap “PKI”, terus bermunculan. Semakin Orba secara struktural mencoba menutupi kejadian-kejadian pasca-Gestapu, semakin banyak penulis tergoda untuk menggalinya.

Rabu, 10 Desember 2014

“Salihara dan Freedom Institute itu Lembaga Sampah!”

Kabar yang sangat menggembirakan kembali datang secara beruntun dari dunia melawan lupa, setidaknya dalam dua tahun belakangan ini. Tahun 2012 yang lalu, kabar gembira itu datang melalui film dokumenter karya Joshua Oppenheimer “The Act of Killing/Jagal” yang fenomenal itu. Film yang bercerita tentang pengakuan para pelaku pembantaian—dalam peristiwa pembantaian massal PKI, afiliasinya serta orang-orang yang dekat dengan mereka— itu memutar balikkan pengetahuan yang dimiliki publik selama ini mengenai peristiwa pembantaian pasca G30S 1965. Banyak yang terheran-heran, mengerenyitkan dahi, sedih, marah, sekaligus tercerahkan: ada fakta lain yang selama ini disembunyikan dan dilanggenggkan buku-buku sejarah resmi (baca: versi dan masih legacy Orde Baru). Film The Act of Killing/Jagal pun menjadi penanda dalam aras kebudayaan dimana monopoli sejarah Orde Baru mengenai peristiwa pembantaian dalam kurun waktu 1965-1966 itu kini berada diambang kehancuran.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...