Senin, 26 Oktober 2015

Kalau Takut Anak Istrimu Kelaparan

Kalau kau pelajari kebenaran dan kau memperjuangkannya dalam kehidupan, sering-seringlah menanyakan kepada dirimu sendiri: Sesudah pagi mengucapkan kebenaran, apakah siangnya masih berlaku kebenaran itu dalam hidupmu? Kalau sore kau teriakkan kebenaran, apakah engkau sanggup menjaga kesuburannya di malam hari?

Syair Tukang Bakso

Sebuah pengajian yang amat khusyuk di sebuah masjid kaum terpelajar, malam itu, mendadak terganggu oleh suara dari seorang tukang bakso yang membunyikan piring dengan sendoknya.

Kurikulum Curang

Saya tak berani memastikan apakah kecurangan termasuk ke dalam kurikulum pelajaran atau pelatihan sepakbola. Tapi setidaknya pendidikan ini tentu dilakukan secara ekstra kurikuler. Setidaknya setiap pemain belajar secara diam-diam, membawa ‘buku kecurangan’, terutama para pemain yang merasa berbakat menjadi ‘petugas pembunuh’.

Persaingan Dengan Tetangga

Aku beli sepeda, tetanggaku beli sepeda lebih bagus. Aku beli motor, tetanggaku beli motor lebih mahal. Aku beli kulkas, tetanggaku beli kulkas lebih besar. Aku beli radio, tetanggaku beli teve. Aku beli mobil rongsokan, tetanggaku beli mobil baru.

Surat untuk Sri

Sri,

Sekarang pukul 00.22 dinihari. Tadi sore di sini mendung, tapi tidak hujan. Malam ini cuaca agak panas, sehingga aku harus melepas singlet yang basah oleh keringat. Seperti itulah, ini musim pancaroba. Panas dan hujan datang silih berganti. Kadang dingin menggigil, lalu tiba-tiba gerah membakar.

Minggu, 25 Oktober 2015

Tentang Puisi(ku)

puisi adalah transendensi pengalaman privat. pada mulanya boleh jadi rintihan, kesepian, atau berahi yang membuncah, tapi begitu menjelma puisi, segala durga-mula itu menjadi sublim. bukankah kita melihat dunia seperti mengintip dari lubang kunci, sesuatu yang mendekati bentuk sebuah puisi: sublimasi pengalaman renik-sederhana sebagai tata cara melihat kompleksitas mayapada?!

Sabtu, 24 Oktober 2015

Senyawa

kita menyatu dalam cangkir
sebagai minuman
aku bukan diriku
kamu bukan dirimu

Jumat, 23 Oktober 2015

Surat untuk Julia

Julia,

Hujan telah lama lewat, tapi dingin yang dibawanya masih terus membekap. Hawa di tengah tahun ini memang mengigit. Dan hujan di ujung malam tadi telah menambah dingin pagi ini. Pagi ini juga terasa “dingin”, karena di gedung ini tinggal kamarku yang masih bersuara. Bunyi kipas menguar memecah gumpalan udara kamar yang kusewa. Aku menghidupkan radio untuk mengusir sepi, sekaligus untuk menemaniku menyusun huruf demi huruf surat ini.

Kamis, 22 Oktober 2015

/7/ Poesiku

/7/ “Aku tidak pernah mencintaimu!” hardik perempuan itu kepada lelakinya, ketika mereka bertengkar hebat malam itu. “Jangan pernah mengatakan itu!” bentak lelakinya. Mereka bersitatap dengan mata nanar.

Rabu, 21 Oktober 2015

/6/ Poesiku

/6/ Akal sehat selalu membuat luka kecil menjadi bernanah. Maka, pada hari pertama ketika mereka berpisah dulu, si lelaki masih sempat menulis puisi. Puisi terpendek yang pernah ditulisnya, dan sekaligus yang mungkin paling disesalinya: “Setan sekali Kau, Tuhan!” Barangkali benar, cinta itu seperti arak, semakin lama rasanya semakin lezat, semakin memabukan, dan tentu saja semakin mahal harganya. Tentu, arak yang baik hanya lahir dari bahan yang baik dan racikan yang tepat. Lama dan baru hanyalah kondisi, dan bukan syarat. Tapi bukan itu yang merisaukannya. Hal yang paling merisaukannya adalah ia sungguh tak tahu, apakah ia sedang menyimpan nanah, ataukah arak? Ketika ia sudah tak lagi sanggup menulis, yang bisa dilakukannya hanyalah membaca puisi-puisinya yang telah silam.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...