Selamat tahun baru 2016, Denny J.A., King Maker yang tak pernah salah. Anda mungkin tidak sempat membaca tulisan dan ucapan selamat dari saya ini. Tidak mengapa, kalaupun tidak Anda baca, anggap saja saya sedang menulis untuk diri saya sendiri. Atau siapa saja yang berkenan membacanya.
Ketika kalimat-kalimat ini saya tuliskan, Anda mungkin sedang merayakan gemerlap tahun baru, entah di mana. Mungkin di luar negeri bersama keluarga, mengusir penat usai rapat panjang akhir tahun dengan tim di kantor Anda. Tahun baru, sebagaimana harapan semua orang, Anda pasti punya harapan yang besar akan kebaikan, kesehatan, kebahagiaan, bisnis yang lancar, karir yang makin gemilang. Seperti juga harapan Anda, saya juga berharap itu bagi diri saya sendiri.
Ketika tulisan ini saya mulai, mungkin Anda juga sedang kecewa. Ada ribuan trompet yang dianggap menistakan agama sedang disita. Para penjual terompet terpaksa bermuramdurja dan tahun baru mereka tidak bahagia. Anda mungkin ikut merasakan duka mereka. Sebab sebagai mana semua orang tahu, Anda pembela manusia dan kemanusiaan. Pembela gigih gerakan antidiskriminasi dan pendukung demokrasi. Semoga Anda tetap konsisten dan tidak pernah kehabisan tenaga untuk itu semua.
Januari ini, kawan kami Saut Situmorang akan berangkat lagi ke Jakarta. Berangkat dari rumahnya di Jogja, memesan tiket yang bisa ia beli dengan segera. Semua dia lakukan demi Sastra Indonesia, tempat di mana ia dibesarkan, di mana ia makan dan minum dan bekerja di dalamnya. Tempat yang mungkin tidak menjanjikan apa-apa, selain keyakinan dan kebahagiaan bahwa ia bisa menulis untuk dibaca. Setidaknya menulis gagasannya sendiri, berjuang demi nilai yang ia yakini.
Saut akan berangkat, memenuhi janji dengan berani. Banyak orang juga akan berangkat menyusul dan menemaninya. Sebagai saksi, sebagai pembela, sebagai pemberi semangat, sebagai kawan, sebagai pendukung dan sebagai orang yang tidak ingin bisu dan berdiam. Mereka akan meninggalkan hidupnya yang nyaman, meninggalkan keluarganya, meninggalkan pekerjaannya, kesibukan dan semua kegiatan keseharianya. Mereka akan berangkat karena Anda sudah mendidiknya. Anda mendidiknya untuk paham arti perlawanan sesungguhnya, arti kejujuran terhadap hati nurani, arti membela Sastra Indonesia, yang lagi-lagi adalah tempat mereka besar, hidup, makan dan minum dan bekerja di dalamnya.
Anda mungkin tidak akan datang ke pengadilan itu. Karena Saut tidak datang untuk Anda. Saut datang untuk dirinya sendiri, untuk keyakinan yang ia perjuangkan. Untuk keyakinan banyak orang yang siap sedia mendukungnya. Saut datang untuk berjuang, membela apa yang ia rasa layak ia bela.
Saut hanya menolak buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling berpengaruh, di mana ada nama Anda di dalamnya. Dan karena menolaknyalah, ia harus berani berhadapan dengan pintu penjara yang sudah menganga menyambutnya. Ia menolaknya karena Anda dirasa tidak layak masuk di buku kontroversial itu. Baginya Anda hanyalah orang yang baru saja masuk dunia sastra, dan dengan puisi esai yang meriah itu Anda belumlah layak bersanding dengan Chairil Anwar, Rendra atau Pramoedya. Tapi bagi Anda dan kawan-kawan Anda, Anda memang layak dan berpengaruh. Sebagaimana Anda tidak pernah menolak masuknya nama Anda di sana. Anda pelopor, Anda pembaharu. Jika demikian adanya, silakan saja Anda berbahagia. Silakan saja Anda berbangga. Semua orang berhak atas dirinya, demikian juga siapa saja berhak setuju dan tidak setuju. Dan berhak mendukung atau melawan dengan caranya.
Saut ingin bertemu dengan Anda. Berdiskusi, berdebat atau ngobrol banyak tentang apa itu puisi. Tapi mungkin pertemuan itu tidak akan terjadi. Sebab Anda bukan orang yang menjadikannya tersangka. Saut datang karena laporan Fatin Hamama. Fatin menyatakan tidak terlibat sama sekali dalam buku yang memasukkan nama Anda itu. Meskipun dalam beberapa edisi buku puisi esai, dia adalah editornya. Meskipun ada banyak sms yang beredar, di mana ia meminta banyak penulis meresensinya. Fatin berhak atas pengakuan itu. Meskipun Anda sahabat baiknya, mungkin memang benar Fatin bukan makelar Anda. Biar nanti pengadilan akan membuktikan, kita lihat bagaimana hasilnya. Anda percaya hukum, kami juga demikian adanya.
Saut mungkin akan dipenjara. Sebab Saut tidak mungkin mengalah dan berdamai. Tidak mungkin juga ia menyogok hakim, sebab Saut menghargai semua proses hukum. Sebagaimana ia tidak pernah menolak untuk dipanggil ke Jakarta dan selalu dengan lapang dada menjalani semua proses pemeriksaannya.
Bapak Denny JA, kami tahu, Anda banyak membela demokrasi, Anda banyak menulis dan mengusahakan Indonesia Tanpa Diskriminasi. Jadi, semoga jika Saut dipenjara, wajah Anda tidak tercoreng akibatnya. Semoga orang tidak beranggapan bahwa demokrasi dan antidiskriminasi yang Anda perjuangkan telah Anda kebiri dan sakiti. Semoga Anda tetap jadi tokoh antidiskriminasi, tokoh pembela demokrasi. Saya percaya Anda gigih memperjuangkan semua itu. Jika nanti orang menganggap Anda dalangnya, cueki saja. Mungkin Saut memang harus jadi tumbal. Agar negara tidak perlu tersakiti, agar setiap kritik pedas masyarakat segera dibasmi. Agar tidak ada yang cerewet, agar tidak ada yang menggagu demokrasi kita. Anda pakar di bidang itu, Anda tahu apa yang harus Anda lakukan untuknya.
Banyak orang akan berangkat membela Saut. Sembari berharap ia akan bebas, akan menang dan kami di dunia sastra bisa berbangga. Kalaupun kami kalah, kalaupun Saut dipenjara, apalah daya kami. Mungkin memang kami hanya pantas mengenang, bahwa kami memang hanya bisa melawan. Bahwa jumlah kami tak sebanyak jutaan pembaca puisi esai di website Anda. Bahwa kami hanya bisa melawan sebisanya. Bahwa kami berhadapan dengan raksasa modal, raksasa kekuasaan yang di hadapannya kami bukan apa-apa. Bahwa kami hanya berusaha menggalang kekuatan tapi tak mampu melawan kekuatan Anda.
Jikapun Saut kalah, kami kalah, setidaknya kami kalah dengan bangga. Setidaknya kami kalah dengan menegakkan kepala. Itulah yang membuat kami bahagia dan percaya, bahwa kami pernah ada dan berbuat sesuatu untuk Sastra Indonesia. Tempat di mana kami dibesarkan, makan minum dan bekerja di dalamnya.
Selamat tahun baru, Denny JA. Terima kasih telah mengajarkan kami arti perkawanan, arti perjuangan, kejujuran dan keberanian untuk berbicara atas apa yang kami tak suka.
Sumber: Rumah Merah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar