Sabtu, 09 Mei 2015

Konsep Industrialisasi Ala Bung Hatta

Perdebatan soal industrialisasi di indonesia seakan tak ada ujungnya. Ada yang beranggapan, Indonesia sudah mengalami fase industrialiasi. Sementara yang lain berpendapat sebaliknya, bahwa Indonesia mengalami de-industrialiasi.

Melihat polemik itu, ada baiknya kita melihat pemikiran Bung Hatta. Dialah salah satu tokoh bangsa yang banyak memaparkan konsep industrialiasi Indonesia. Maklum, beliau memang berasal dari didikan ilmu ekonomi.

Defenisi Industrialisasi

Konsep industrialiasi ala Bung Hatta cukup terang dijelaskan dalam bukunya, Beberapa Fasal Ekonomi: Jalan ke Ekonomi dan Koperasi, yang ditulis antara tahun 1939-1941. Artinya, Bung Hatta sudah berbicara soal industrialiasi sebelum Indonesia merdeka.

Bagi Bung Hatta, “mengadakan pabrik di sana-sini belum berarti industrialisasi.” Dalam kasus Jawa, yang mulai dikerumuni pabrik-pabrik, belum bisa dikatakan terindustrialisasi. Sebab, pokok penghidupan rakyatnya masih bergantung pada pertanian.

Sebaliknya, kata Bung Hatta, “sebuah negeri dikatakan terindustrialiasi jika dasar perekonomiannya yang selama ini bersifat agraria (pertanian) sekarang ditukar menjadi industri.” Artinya, basis ekonominya telah berpindah dari pertanian ke industri.

Jadi, bagi Bung Hatta, defenisi industrialiasi bagi Indonesia seharusnya adalah: “Jika rakyat indonesia sebagian besar mengubah dasar penghidupanya, dari bertani pindah memburuh ke dalam pabrik”. Ringkasnya, pangkal penghidupan rakyat bukan lagi pertanian, melainkan sektor industri.

Industrialiasi Dan Politik Kemakmuran

Bung Hatta berpendapat, industrialiasi adalah konsekuensi dari kemunduran sektor pertanian. Maksudnya, pertanian tidak sanggup lagi mencukupi kebutuhan rakyat banyak. Ini terjadi, antara lain, karena desakan pertumbuhan jumlah penduduk.

Jadi, bagi Bung Hatta, industrialisasi berjabat tangan erat dengan soal kemakmuran. Industrialisasi akan tidak berguna jika tidak sanggup mendatangkan kemakmuran bagi rakyat. Bung Hatta menegaskan bahwa industrialiasi Indonesia haruslah bergandengan dengan politik kemakmuran—cita-cita memakmurkan rakyat.

“Kalau Indonesia menempuh jalan industrialisasi, kelengkapan industri itu mestilah cukup hendaknya untuk memberi penghidupan kepada berjuta-juta rakyat,” paparnya.

Untuk itu, industrialiasi Indonesia tidak bisa hanya berbasis pada olahan hasil pertanian, tetapi juga pada industri manufaktur yang memerlukan banyak tenaga kerja. Dengan begitu, industri bisa memberi makan kepada berjuta-juta rakyat.

Syarat Industrialisasi

Selain konsepsi dan arah yang jelas, industrialiasi nasional harus punya basis materialnya. Dalam hal ini, Bung Hatta membeberkan empat syarat bagi suksesnya industrialiasi nasional.

Pertama, ketersediaan tenaga kerja alias buruh. Untuk urusan ini, dengan jumlah rakyatnya yang melimpah, Indonesia tidak kekurangan tenaga kerja.

Soal keterampilan dan kecakapan, Bung Hatta juga menggaransi bahwa itu bukan halangan. “Pengalaman pada industri di Indonesia membuktikan bahwa orang Indonesia cepat menyesuaikan dirinya dengan pekerjaan mesin,” jelasnya.

Kedua, ketersediaan kapital atau modal. Di sini ada sedikit halangan: Rakyat Indonesia belum punya kapital. Sementara Bung Hatta menggarisbawahi, “kalau industrialiasi mau dijadikan sebagai jalan untuk mencapai kemakmuran untuk rakyat, mestilah kapitalnya datang dari pihak rakyat atau dari pihak pemerintah.”

Bung Hatta sadar, kalau kapital didatangkan dari luar (modal asing), maka jalan industrialiasi bisa melenceng dari cita-cita memakmurkan rakyat. Penjelasan Bung Hatta sederhana: kalau kapital harus didatangkan dari luar, tampuk produksi terpegang oleh pemilik modal asing.

Ini membawa konsekuensi. Dalam kapitalisme, motif mereka adalah mencari keuntungan. Begitu juga motif pemodal asing yang menanamka kapitalnya di Indonesia: menumpuk keuntungan.

“Supaya keuntungan itu dapat tertanggung, maka dikehendakinya supaya dipilih macam industri yang bakal diadakan, dan jumlahnya tidak boleh banyak. Berhubung dengan keadaan, industri agraria dan tambang yang paling menarik hati kaum kapitalis asing itu,” jelas Bung Hatta.

Kalau demikian, maka industrialiasi di Indonesia tidak akan terjadi. Sebab, pabrik atau industri yang terbangun bukan berbasiskan kepentingan nasional atau yang berkaitan dengan kemakmuran rakyat, melainkan pabrik atau industri yang sejalan dengan kemauan kapitalis asing untuk menumpuk keuntungan.

Ketiga, dukungan organisasi. Di mata Bung Hatta, ini juga halangan bagi usaha industrialisasi di Indonesia. Indonesia kekurangan orang yang cakap dalam urusan ekonomi. Padahal, industrialiasi memerlukan orang-orang cakap untuk menjalankan organisasi ekonomi.

Keempat, dukungan bahan baku. Inipun tidak menjadi halangan bagi industrialisasi Indonesia. Sebab, seperti kita ketahui, Indonesia punya sumber daya alam yang melimpah, termasuk bahan baku untuk industri: energi, karet, mineral, dll.

Selain syarat-syarat di atas, Bung Hatta juga bicara soal tujuan produksi dari industrialiasi. Dengan tegas dia bilang, “tujuan produksi haruslah untuk memenuhi keperluan atau kebutuhan rakyat”.

Bung Hatta juga menggarisbawahi, bahwa perdagangan internasional, termasuk ekspor di dalamnya, hanyalah untuk mendatangkan ‘devisa’ yang dipergunakan untuk membiayai atau membayar barang-barang yang diimpor dari luar negeri.

Muhammad Ikbal A. Ibrahim, Kader Partai Rakyat Demokratik (PRD) Sulawesi Tengah

Sumber Artikel: Berdikari Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...