Rabu, 20 Mei 2015

6 Tahap Sexual Grooming terhadap Anak

Pelecehan seksual terhadap anak-anak kini makin banyak terjadi di internet. Oleh karena anak telah akrab dengan gadget, hal ini membuka peluang bagi pelaku pelecehan seksual anak untuk melakukan eksploitasi. Terlebih ada kecenderungan orangtua tidak melakukan pengawasan terhadap bagaimana anak menggunakan gadget mereka.

Sebelum lebih jauh melakukan pelecehan seksual, pelaku pelecehan seksual anak biasanya terlebih dahulu melakukan grooming. Untuk itu perlu kiranya orangtua mengetahui tahapan grooming ini.

Tahap 1: Menargetkan Korban

Pelaku pelecehan seksual anak biasanya menargetkan korban dengan mengukur kerentanan anak, misalnya kerentanan emosional, anak yang terisolasi dan anak yang memiliki kepercayaan diri yang rendah. Biasanya anak-anak yang kurang pengawasan orangtua adalah target yang lebih diinginkan dan sangat mudah untuk ditaklukkan.

Tahap 2: Mendapatkan Kepercayaan Korban

Pelaku pelecehan seksual anak memperoleh kepercayaan dengan cara menonton dan mengumpulkan informasi tentang anak, mengenal kebutuhan anak dan mencari cara bagaimana mengisinya. Misalnya anak dijanjikan hadiah tertentu, dijanjikan diajak jalan-jalan atau lainnya. Biasanya anak-anak sangat mudah memberikan kepercayaan kepada mereka yang peduli, yang bisa diajak berbicara dan mengaku profesi tertentu yang dekat dengan anak, misalnya dokter.

Dalam tahap ini penting bagi orangtua untuk mengawasi dan menanyakan kepada anak dengan siapa saja ia berkomunikasi, entah itu offline maupun online. Lebih cepat diketahui akan lebih baik untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.

Tahap 3: Mengisi Kebutuhan Korban

Sekali pelaku pelecehan seksual anak bisa mengisi kebutuhan anak, anak akan merasa bahwa pelaku ini lebih penting dalam kehidupannya dan anak dapat menjadi idealis. Idealis berarti bahwa pelaku pelecehan anak inilah yang lebih mereka percayai dan orangtua yang tidak hadir membuat mereka makin percaya hal itu benar.

Hadiah, perhatian ekstra, dan kasih sayang pelaku pelecehan seksual anak dapat membedakan antara satu orang dewasa dengan orang dewasa lainnya di mata anak. Di sinilah pentingnya orangtua melihat perubahan-perubahan kecil dalam perilaku anak, terutama terkait dengan cara ia menggunakan perangkat. Tanyalah anak Anda dari siapa ia menerima permintaan video chatting dan siapa yang pernah menjanjikan kepadanya hadiah tertentu.

Tahap 4: Mengisolasi Anak

Pelaku sexual grooming menggunakan hubungan khusus yang terus berkembang dengan anak untuk menciptakan situasi di mana mereka bisa berdua saja. Isolasi ini pada akhirnya akan lebih memperkuat hubungan khusus antara pelaku dengan anak. Biasanya dalam masa isolasi ini pelaku memberikan bimbingan dan pembinaan khusus kepada anak.

Hubungan istimewa ini kemudian lebih diperkuat ketika pelaku memupuk rasa pada anak bahwa ia dicintai atau dihargai dengan cara yang lain, tidak seperti yang orang tua mereka berikan. Di sini pelaku makin dalam memberikan hal yang berbeda dibandingkan orangtua. Misalnya orangtua yang kaku dan jarang bercanda dengan anak, membuat pelaku leluasa memberikan cerita lucu atau sesuatu yang menarik yang tidak pernah diberikan orangtua sebelumnya.

Tahap 5: Sexualizing Hubungan

Pada tahap ini anak sudah mengalami ketergantungan emosional dan kepercayaan yang cukup sehingga pelaku semakin leluasa untuk mengeksploitasi anak secara seksual. Ekploitasi sesksual dapat terjadi dengan berbagai macam cara, misalnya melalui pembicaraan, gambar, video bahkan menciptakan situasi sendiri seperti pergi berenang bersama di mana pelaku dan korbannya telanjang. Pada tahap ini, pelaku mengeksploitasi rasa ingin tahu alami anak, menggunakan rasa stimulasi untuk memperdalam seksualitas dari hubungan tersebut.

Tahap ini sangat berbahaya jika terjadi. Orangtua karena kesibukannya, jarang sekali mengecek dengan siapa anak berenang, dengan siapa ia melakukan video chatting atau anak mengirimkan foto bagian genital mereka kepada orang lain tanpa orangtua pernah mengetahui.

Tahap 6: Mempertahankan Kontrol

Setelah pelecehan seks terjadi, pelaku biasanya menjaga kerahasiaan dan menyalahkan anak untuk mempertahankan partisipasi anak dan membuat mereka tetap diam. Hal ini terutama karena aktivitas seksual dapat menyebabkan anak menarik diri dari hubungan. Tidak jarang pelaku melakukan ancaman tertentu agar anak terus berada dalam hubungan tersebut.

Anak-anak yang terjerat hubungan cenderung disalahkan pelaku dan diberikan ancaman agar tak mengakhiri mengakhiri hubungan. Selain itu ancaman diakhirinya kasih sayang atau materi yang selama ini diberikan membuat anak tak berkutik dan terpaksa untuk terus berada dalam hubungan. Anak tentu saja takut bila hubungan tersebut diekspos yang akan mempermalukan dan membuat mereka bahkan lebih tidak diinginkan.

Sekali lagi peran orangtualah yang bisa mengakhiri hubungan ini. Orangtua dengan kasih sayangnya bisa membujuk anak untuk bercerita. Mulailah dengan lemah-lembut. Jangan menyalahkan anak karena hal tersebut terjadi tidak sepenuhnya kesalahan mereka.

Sumber: Internet Sehat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...