PERUMAHAN layak bukan hanya kebutuhan pokok seseorang dan keluarganya, namun juga merupakan salah satu hak manusia yang paling dasar. Sayangnya, hal tersebut selalu diabaikan oleh negara dan aparat pemerintahan. Sepuluh tahun lalu, melalui UU No. 11/2005, Republik Indonesia telah meratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya. Berdasarkan UU tersebut, Indonesia harus mematuhi seluruh ketentuan standar internasional hak asasi manusia serta berkewajiban menghormati, melindungi, dan mewujudkan secara bertahap (progresif) hak-setiap orang atas perumahan yang layak (right to adequate housing) dan dilarang melakukan penggusuran paksa (forced eviction) dengan alasan apa pun. Artinya, perwujudan hak atas perumahan yang layak juga bisa diklaim kepada negara.
Sabtu, 29 Agustus 2015
Jumat, 28 Agustus 2015
Agustus dan Kekalahan Publik
Mulanya, TV di Indonesia muncul dengan semangat persatuan nasional. Apakah hal yang sama juga terjadi hari ini?
Kamis, 27 Agustus 2015
Kontribusi Untuk Kritik Ideologi dan Ekonomi-Politik Televisi (Bagian I)
Sebuah perenungan ulang atas problem-problem penyiaran Indonesia.
Rabu, 26 Agustus 2015
Masyarakat Pasca-Kolonial dan Pengelolaan TV ala Orba
Bagaimana pekerja media melihat TV? Sebagai bahan bacaan rasional, atau ritual?
Selasa, 25 Agustus 2015
Mempertanyakan Peran Pemantau Media
Reformasi 1998 memberi kita kebebasan pers. Tapi, untuk siapakah kebebasan pers?
Senin, 24 Agustus 2015
Membaca Media Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama
Meniti kisah Suara Muhammadiyah dan Duta Masyarakat, dua terbitan bersejarah milik Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama.
Minggu, 23 Agustus 2015
Sensasi dan Kekerasan dalam "Pos Kota"
Dengan gaya jurnalisme yang meledak-ledak dan vulgar, Pos Kota menjadi salah satu pelopor jurnalisme kuning di Indonesia.
Sabtu, 22 Agustus 2015
Apakah Jurnalisme Masih Relevan?
Dengan semakin berkembangnya teknologi, arus informasi makin deras. Publik mesti cerdik memilah informasi untuk dicerap.
Jumat, 21 Agustus 2015
Khotbah tentang Kebosanan
PEMBACA tentu pernah bersua orang, mengerjakan kegiatan, atau berada dalam situasi yang membosankan. Sebagai manusia pasti kita pernah mengalami kebosanan. Tak banyak orang yang hidup membosankan. Tapi kalau kita tengok riwayat orang-orang besar, sebagian besar kehidupan mereka diisi bagian-bagian yang buat kebanyakan orang membosankan. Immanuel Kant seumur hidupnya tak pernah pergi lebih dari 10 km dari kampung halamannya. Nyaris tiap hari dia menempuh jalan yang sama pada jam yang sama. Nyaris seperti bintang gemintang di langit yang dikaguminya, kehidupannya beredar dari situ-situ saja. Charles Darwin juga mirip. Sepulangnya dari ekspedisi Galapagos, nyaris Darwin tak pernah keluar kotanya. Setelah ikut terjun dan menjalani hidup menggairahkan di antara revolusi-revolusi Eropa, Marx menghabiskan setengah umurnya di British Museum mengulik bahan yang itu-itu saja.
Kamis, 20 Agustus 2015
Menguji Logika Pandji
Industri TV seakan dilepaskan dari tanggung jawab sosial dan hukumnya. Mereka, oleh logika Pandji, dibiarkan bekerja dalam mekanisme pasar.
Langganan:
Postingan (Atom)