Aku masih ingat betul ketika pertama kali menjejakkan kaki di sebuah kampus yang berdiri kokoh di bilangan Sudirman. Saat itu yang ada di pikiranku hanya kuliah serius, mencari teman, dan bersenang-senang. Maklum, biaya kuliah di universitas swasta cukup memeras pikiran dan tenaga kedua orangtua. Aku diwanti-wanti untuk lulus tepat waktu, jadi sarjana, lalu bekerja. Namun, siapa sangka, sebuah peristiwa mengubah semua rencana dan cara pandangku pada sebuah realita.
Selasa, 09 Februari 2016
Suatu Kisah dalam "Perburuan" Pramoedya Ananta Toer
[Untuk Ulang Tahun P.A.T yang Ke-91]
Dari Penjara Lahirlah Karya
Hanya sedikit karya sastra yang berkisah pada masa pendudukan Jepang. Dari yang sedikit itu, satu yang menonjol adalah Perburuan karya prosais terbesar Indonesia, Pramoedya Ananta Toer.Nawa Cita Jokowi dan Tragedi Ahmadiyah
Kami merasa tak memiliki pemerintah. Kami dilarang beribadah. Warga membunuh saudara kami. Pemerintah setengah hati melindungi, membiarkan kami mengungsi (Nayati, Jemaah Ahmadiyah Cikeusik, Pandeglang, 2015)
Tipuan Sarung Jokowi
Dalam catatan kaki untuk tulisan The Gost of Stalin, Sartre menulis begini: “Propaganda borjuis dengan sangat cerdik menekankan kenyataan bahwa tokoh tokoh masyarakat yang prestesius dalam kegiatan kemasyarakatan mereka, mimiliki kehidupan-kehidupan pribadi yang sangat biasa, persis seperti orang kebanyakan lainnya.” Kata-kata Sastre tersebut akan menerang jelaskan kenapa foto Jokowi memakai sarung yang sedang bersantai di Raja Ampat disebar luaskan media borjuis secara luas. Jokowi sebagai kepala suku rezim borjuasi yang sedang berkuasa saat ini terus menerus berusaha digambarkan media media borjusi seperti yang dikatakan Sartre: “[Jokowi] persis seperti orang kebanyakan lainnya.” Makna kata “kebanyakan lainnya” adalah rakyat biasa.
Beragama di Tengah Keragaman
Berselancar di media sosial itu sungguh mengasyikkan. Ia seperti samudera hikmah, walau bukan samudera kebenaran. Dalam arti, tak semua yang ada di media sosial itu benar. Bahkan, dalam kondisi masyarakat yang kian sengit akan sentimen, bisa jadi akan lebih banyak kesalahan ketimbang kebenaran di media sosial.
Senin, 08 Februari 2016
Sastra Pertobatan
Sebuah ulasan yang menggigit diberikan Keith Foulcher, dalam buku The Indonesia Killings: Pembantaian PKI di Jawa dan Bali 1965-1966 (2000), tentang novel Anak Tanah Air (1985) karya Ajip Rosidi. Menurut Foulcher, novel itu penting karena berusaha mereka-ulang sejarah, khususnya Peristiwa 1965, yang sebelumnya monolitik dan dikendalikan Orde Baru.
Label:
Anindita S. Thayf,
Sindo,
Tikus Merah
Pak Jokowi, Ini Alasan Saya Menolak Proyek Kereta Cepat
Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung menuai kontroversi. Banyak yang mendukung. Tak kurang pula yang menentang. Maaf, Presiden Jokowi, saya termasuk di barisan penentang.
Jakarta dan Revolusi Pemuda
Saat Bang Pi’i mengorganisir preman di seputaran Pasar Senen untuk melawan Belanda, tentu ia berharap negaranya maju setelah bebas dari belenggu penjajahan. Sebagai anak Jakarta, secara khusus, ia tentu menginginkan juga Jakarta bisa tumbuh menjadi kota yang mengayomi rakyat jelata setelah Belanda dan Jepang diusir. Dibesarkan dalam kerasnya dunia preman di Pasar Senen, Bang Pi’i tentu paham sulitnya mencari sebutir nasi. Tapi sayang, Jakarta sekarang jauh dari harapan Bang Pi’i. Jakarta tumbuh menjadi kota yang ramah bagi pengusaha dan pemodal, tapi kejam bagi rakyat jelata.
Terorisme dan Tindakan Main Hakim Sendiri
Catatan 25 September 2010
Dengan nada bangga Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri menunjukkan kehebatan polisi dalam memberantas terorisme. Sebanyak 44 teroris, kata dia, telah ditembak mati dalam 10 tahun terakhir.Marlo Sitompul, SH: Penantang Ahok Dari Kaum Miskin Kota
Pilkada DKI tinggal dua tahun lagi. Masing-masing calon sudah mulai unjuk gigi. Sebagian dari mereka adalah mantan penjabat dan pengusaha. Sudah lumrah. Dalam era demokrasi parlementer, uang menjadi salah satu kunci. Tapi ada satu yang berbeda sebagai salah satu penantang Ahok, yaitu Marlo Sitompul, SH. Marlo Sitompul saat ini menjadi Ketua SPRI, sebuah organisasi yang memperjuangkan kaum miskin perkotaan. Di DKI Jakarta organisasi ini sudah banyak dikenal karena sering membela kaum miskin kota dalam berbagai masalah, dari penggusuran sampai memperjuangkan pelayanan kesehatan bagi warga miskin. Siapakah Marlo Sitompul?
Label:
Jakfar Mohamad,
Marlo Sitompul,
Tikus Merah
Langganan:
Postingan (Atom)