Jumat, 13 November 2015

Rating Televisi Hanya Mengedepankan Kuantitas

Keluhan Presiden Jokowi tentang tayangan televisi yang tidak sehat menohok industri pertelevisian. Lembaga rating pun tak luput dari sorotan.

Belajar dari Pembunuhan Wartawan Televisi Amerika

Dua wartawan televisi lokal Amerika ditembak mati ketika sedang menyiarkan berita. Liputan berbagai media mengenai peristiwa tersebut memunculkan diskusi tentang etika jurnalistik.

Teknologi Digital dan Kebudayaan

Reduksi teknologi tak selalu berarti mengurangi, melainkan juga menambah keragaman ruang sosial.

Gramatika

Apakah Ki Hadjar adalah seorang totaliter hanya karena dia membubuhkan kata itu dalam anggaran Taman Siswa paling awal? Apakah Soekarno adalah seorang fasis hanya karena dia pernah meminjam beberapa lontaran Hitler? Apakah Soepomo mengimani fasisme hanya karena dia menggunakan terma integralistik ketika ikut merumuskan konstitusi pertama Republik ini? Apakah seseorang yang mengutip Marx otomatis menjadi Marxis? Apakah sebuah kata atau konsep yang pernah digunakan oleh sistem gagasan yang lahir lebih dulu akan membuat kata atau konsep itu kehilangan kesempatan mendapatkan pengertian yang berbeda dari apa yang pada mulanya telah merumuskannya?

Membedah Televisi Digital: Antara Potensi Teknis dan Kepentingan Politis (Bagian I)

Digitalisasi televisi di Indonesia adalah keniscayaan. Meski proyek ini menumbuhkan sejumlah harapan, ia masih menyisakan banyak catatan.

Kamis, 12 November 2015

Mahasiswa Indonesia dan Kelahiran Orde Baru

Pers memiliki peran signifikan dalam melegitimasi dan mendefinisikan Orde Baru. Riset Francois Raillon membuktikannya.

Membongkar Pohon Politik

Basuki Tjahaja Purnama dipuji banyak orang setelah menyatakan mundur dari Partai Gerakan Indonesia Raya. Basuki, atau Ahok, mundur karena tak sependapat dengan upaya Gerindra dan Koalisi Merah Putih menghapus pemilihan kepala daerah secara langsung.

Pers Mahasiswa, Nasibmu Kini

Pemberedelan pers mahasiswa Lentera di Salatiga menyisakan banyak hal yang menarik untuk didiskusikan. Pertama tentang isu 1965 yang diangkat oleh Lentera. Kedua, tentang eksistensi pers mahasiswa itu sendiri. Ada banyak pemberedelan dan aksi kekerasan terhadap pers mahasiswa, terutama pasca 1998. Namun baru kali ini pemberedelan memicu respon yang demikian masif– setidaknya di media sosial.Terasa ironis memang jika melihat pers mahasiswa diperhatikan justru ketika ia diberedel. Sementara di hari-hari “normal”, kehadirannya hidup segan mati tak mau.

Bukan Aku, Tapi Tuhanku

Kalau atas dosa-dosa selama hidupku yang kumohonkan kepada-Nya hanyalah ampunan, maka aku takut fokus ibadatku hanyalah penyelamatan diri sendiri.

Surat untuk Anin

Aku menemukanmu malam itu. Tubuh jangkung berbalut sweater dalam jarak lima meter. Dingin memang selalu mencekik penghujung tahun. Dan aku menemukanmu di tengah malam yang penuh gigil itu. Tapi yang sebenarnya terjadi: aku menemukan diriku sendiri. Aku menemukan mimpiku. Aku menemukan bayanganku. Dan itu ada pada dirimu, malam itu.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...