Demi meraih klik, sebuah kantor berita menyiarkan berita-berita palsu. Jurnalisme dikorbankan.
November 2014, media Amerika Serikat gencar memberitakan hubungan seks seorang guru (26 tahun) dengan muridnya yang berusia 16 tahun. Guru tersebut dikabarkan bernama Lucita Sandoval dan berasal dari daerah Santiago del Estero, Argentina. Berita menyebar cepat dan menjadi viral dalam sosial media. Media-media besar di Inggris dan Amerika Serikat turut mempublikasikan berita skandal ini. Headline berita Daily Mirror menampilkan judul, ”Guru Dihentikan Setelah Sesi Seks dengan Murid Remajanya Berakhir di Situs Porno”. Bahkan Daily Mail menyatakan bahwa investigasi mengenai peristiwa ini akan dilakukan.
Namun, ada satu hal yang luput dari pemberitaan di Eropa dan Amerika Serikat. Koran lokal Argentina telah membantah berita ini selama dua minggu penuh, sebelum media-media berbahasa Inggris mengangkatnya dan menjadi isu besar. Selain itu, terdapat pula kesalahan dalam detil berita. Perempuan yang dimaksud memang seorang guru, namun dari daerah Corrientes, bukan Santiago del Estero. Laki-laki yang bersama guru ini dalam video seks itu pun tidak terlihat berusia 16 tahun. Bahkan, kebenaran nama Lucita Sandoval pun diragukan.
Peristiwa ini memunculkan sebuah pertanyaan. Bagaimana skandal kecil di daerah Amerika Selatan ini dapat meluas dan diangkat oleh media-media berbahasa Inggris? Foto perempuan berbikini yang jadi pendamping berita-berita itu memberi sebuah petunjuk: Label “CEN”.
CEN (Central Europe News) merupakan kantor berita kecil yang berkantor pusat di Canterbury, Inggris. Layaknya kantor berita pada umumnya, CEN menjual berita dan gambar pada media-media lain untuk dipublikasikan. Kantor berita ini punya spesialisasi dalam pemberitaan dari daerah-daerah “eksotis” seperti China, India, Rusia, dan sebagainya.
Berita-berita CEN sering ditemui di halaman Facebook. Menurut riset Hitwise Intelligence, Facebook memang pintu masuk paling efektif menuju sebuah konten online. Banyak pengguna yang mengunjungi sebuah konten online karena tautannya terpampang di laman Facebook-nya. Ini menjadi salah satu alasan yang membuat konten provider berlomba mengiklankan berita di media sosial ini.
Dengan bersenjatakan judul-judul berita yang bombastis, berita-berita besutan CEN pun berhasil menjadi viral di media sosial. Untuk mengejar nilai sensasional ini, berita-berita CEN sering menggambarkan penduduk suatu negara sebagai barbar, gila seks, atau sekadar “aneh”. Hasil penelusuran BuzzFeed pun menunjukkan bahwa berita CEN sering kali tidak akurat—bahkan palsu.
CEN pernah memuat sebuah berita tentang seorang nelayan Rusia yang selamat dari serangan beruang. Ajaibnya, beruang tersebut berhenti menyerang setelah mendengar ringtones lagu Justin Bieber. Kisah ini juga diangkat di beberapa situs web terbesar dunia seperti Daily Mail, New York Post, Sydney Morning Herald, New York Daily News, Daily Express, Daily Mirror, dan sebagainya. Namun, media lokal Rusia (Komsomolskaya Pravda) tidak mengatakan apa-apa tentang nada dering Bieber. Yang disebutkan hanya bahwa ponsel pria tersebut memiliki pengaturan suara, yang mengagetkan sang beruang.
Ada pula berita yang mengisahkan seorang perempuan di China yang menawarkan menghabiskan malam dengan seorang laki-laki dalam perjalanan ke berbagai negara. Rupanya, seperti dilansir oleh Shanghai Daily, kisah itu adalah rekayasa untuk mempromosikan aplikasi dating bernama Youjia. (REMOTIVI/Septi Prameswari)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar