Perkembangan internet kerap disangka akan membunuh media cetak. Riset terbaru PEW menyangkal kerisauan itu.
Perkembangan internet dan media sosial kerap dianggap akan membunuh keberadaan media cetak. Penetrasi yang tinggi dibarengi kecepatan akses yang ditawarkan membuat media cetak perlahan-lahan tidak diminati oleh para pembaca berita. Tapi benarkah demikian?
Riset terbaru yang dikeluarkan PEW Research Center menunjukkan fakta sebaliknya. Tahun 2014, 56% pembaca surat kabar di Amerika Serikat masih secara eksklusif membaca edisi cetak surat kabar. Angka ini meningkat 1% dibanding tahun 2013. Sementara hanya 6% pembaca yang membaca berita melalui melalui komputer atau laptop, dan 5% mengaksesnya lewat ponsel dan aplikasi lainnya.
Sedangkan yang membaca berita melalui ketiganya (cetak, komputer, ponsel) jumlahnya mencapai 11% dari keseluruhan. Rata-rata kunjungan pembaca baik melalui komputer maupun ponsel hanya selama tiga menit per kunjungan.
Menariknya, dari riset yang sama, sebenarnya beberapa media melaporkan bahwa jumlah pembaca online-nya jauh lebih besar dibanding pembaca versi cetaknya. Misalnya saja The New York Times yang melaporkan bahwa jumlah pembaca cetaknya rata-rata 650.000 pembaca pada September 2014. Ini jauh lebih sedikit dibanding yang mengakses berita dari situs dan aplikasi ponsel di bulan Januari 2015 yang mencapai 54 juta pengunjung unik (unique visitors).
Dengan jumlah perbedaan yang demikian besar, mengapa orang-orang yang disurvei mengaku lebih banyak membaca versi cetak surat kabar? Dalam penjelasan hasil riset tersebut disebutkan bahwa perbedaan terletak pada waktu yang dihabiskan untuk membaca sebuah berita. Kunjungan ke situs dan aplikasi ponsel The New York Times pada Januari 2015, misalnya, rata-rata hanya berlangsung sekitar 4,6 menit.
Dari situ bisa diambil kesimpulan bahwa orang-orang yang mengakses situs berita tidak secara sengaja membuka situs untuk kemudian mencari berita-berita tertentu. Tetapi mereka mendapatkan berita-berita tertentu dari jejaring sosial seperti email, Twitter atau Facebook. Setelah membaca satu-dua berita lantas ditutup kembali. Nah, dari sini orang-orang yang disurvei tidak menjadikan itu sebagai pengalaman “membaca surat kabar” tetapi hanya membaca sebuah artikel online.
Ini berbeda dengan membaca surat kabar yang membuat pembaca membuka-buka sampai halaman terakhir. Hal ini berlaku terutama untuk pembaca yang membaca berita-berita lokal di masing-masing daerah. Untuk membaca sebuah surat kabar mereka akan meluangkan waktu rata-rata di atas 10 menit. Ini yang membuat mengapa pengalaman membaca surat kabar edisi cetak berbeda dengan membaca edisi online. Ini juga menjelaskan alasan bahwa pendapatan dari sirkulasi edisi cetak surat kabar mengalami kenaikan dibanding tahun sebelumnya.
Sementara itu, nama-nama situs berita yang memiliki lalu lintas digital tertinggi kecenderungannya sama dengan nama-nama media jumlah sirkulasi edisi cetaknya. Pengecualian terjadi pada beberapa situs berita asal Inggris yang banyak dibaca di Amerika Serikat misalnya saja seperti Guardian, Daily Telegraph, dan Independent. (Remotivi/Wisnu Prasetya Utomo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar