Namun, dalam rentang waktu itu juga Pancasila berkali-kali diupayakan untuk dimanipulasi dan diabaikan. Terutama di era Orde Baru (Orba). Bahkan, peringatan Hari Lahirnya Pancasila pernah dihilangkan selama tiga dekade perjalanan bangsa ini.
Berikut beberapa fakta mengenai Hari Lahirnya Pancasila:
- Hari kelahiran Pancasila mengacu pada pidato Bung Karno tanggal 1 Juni 1945 di hadapan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Dalam pidato tidak tertulis dan berlangsung satu jam itu, Soekarno membeberkan lima dasar bagi Indonesia Merdeka, yaitu Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme atau Perikemanusiaan, Mufakat atau Demokrasi, Kesejahteraan Sosial, dan Bertaqwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa.
- Tahun 1947, Departemen Penerangan Republik Indonesia (RI) mempublikasikan pidato Bung Karno tanggal 1 Juni 1945 dengan nama Lahirnya Pancasila. Kata pengantar buku tersebut ditulis oleh Ketua BPUPKI, Radjiman Wedyodiningrat, menyebut bahwa pidato Bung Karno tanggal 1 Juni 1945 sebagai hari Lahirnya Pancasila. Sedangkan peringatan 1 Juni sebagai Hari Lahirnya Pancasila baru dimulai secara resmi di tahun 1964.
- Pemikiran Bung Karno tentang Pancasila sudah digalinya sejak dibuang ke Ende, Flores. Saat itu, Bung Karno menyebut sebagai Lima Butir Mutiara (Yuke Ardhiati, 2010). Bung Karno sendiri mengakuinya dalam otobiografinya, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. Ia mengaku, Pancasila merupakan hasil perenungannya di bawah sebuah pohon sukun di pulau tersebut.
- Soekarno tidak pernah menyebut dirinya sebagai ‘penemu Pancasila’. Sebaliknya, dia selalu menekankan bahwa dirinya hanya ‘menggali Pancasila’ dari tradisi bangsa Indonesia di masa yang lampau.
- Pada tahun 1970, sebagai bagian dari proyek menyingkirkan Soekarno dari sejarah dan ingatan rakyat Indonesia (de-sukarnoisasi), peringatan Hari Lahirnya Pancasila dilarang oleh Kopkamtib. Sejak tahun itu hingga tahun 2010, tanggal 1 Juni tidak lagi diperingati sebagai Hari Lahirnya Pancasila.
- Sebelumnya, melalui SK Presiden Nomor 153/1967 tanggal 27 September 1967, Soeharto menetapkan 1 Oktober sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Hari Kesaktian Pancasila mengacu pada keberhasilan tentara yang dipimpin Soeharto untuk menggagalkan G.30 S, sebuah peristiwa yang kemudian dijadikan dalih oleh Soeharto, tentara, dan sayap kanan untuk membasmi PKI dan menggulung kekuasaan Soekarno.
- Pada tahun 1971, rezim Orde Baru melalui salah seorang ideolognya, Nugroho Notosusanto, memulai proyek mengaburkan keterkaitan antara Bung Karno dan Pancasila. Melalui buku berjudul “Naskah Proklamasi Otentik dan Rumusan Pancasila yang Otentik" (Pusat Sejarah ABRI, Departemen Pertahanan dan Keamanan, 1971), Nugroho mengklaim ada empat rumusan tentang Pancasila, yaitu pidato Muhamad Yamin (29 Mei 1945), pidato Soekarno (1 Juni 1945), hasil kerja Tim Sembilan yang disebut ‘Piagam Jakarta’ (22 Juni 1945), dan Pancasila yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 (18 Agustus 1945). Bagi Nugroho, rumusan Pancasila yang paling otentik adalah rumusan tanggal 18 Agustus 1945 karena Pancasila yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 dilahirkan secara sah pada tanggal 18 Agustus 1945.
- Dalam artikel-artikel selanjutnya, Nugroho Notosusanto mulai meragukan sekaligus mengaburkan Soekarno sebagai ‘penemu’ Pancasila melalui pidato tanggal 1 Juni 1945. Menurut Nugroho, Bung Karno hanya menemukan nama ‘Pancasila’, sedangkan jiwanya sudah disampaikan oleh pembicara sebelumnya: Mohamad Yamin dan Soepomo. Klaim Nugroho tersebut merujuk pada buku Mohamad Yamin, Naskah Persiapan Undang-undang Dasar, 1960. Belakangan, muncul pula klaim bahwa penemun Pancasila adalah Mohamad Yamin.
- Untuk diketahui, sidang BPUPKI berlangsung tanggal 29 Mei-1 Juni 1945. Memang Mohammad Yamin menyampaikan pidato tanggal 29 Mei 1945 dan Soepomo tanggal 31 Mei 1945, tetapi pidato kedua tokoh itu tidak menjawab tuntutan agenda sidang mengenai dasar negara yang dicita-citakan. Barulah, pada tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno menyampaikan pidato yang berhasil menjawab kebutuhan tersebut. Ini nampak jelas dalam bagian pembuka pidato Bung Karno: Sesudah tiga hari berturut-turut anggota-anggota Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai mengeluarkan pendapat-pendapatnya, maka sekarang saya mendapat kehormatan dari Paduka Tuan Ketua yang mulia untuk mengemukakan pula pendapat saya. Saya akan menepati permintaan Paduka Tuan Ketua yang mulia. Apakah permintaan Paduka Tuan Ketua yang mulia? Paduka tuan Ketua yang mulia minta kepada sidang Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai untuk mengemukakan dasar Indonesia Merdeka. Dasar inilah nanti akan saya kemukakan di dalam pidato saya ini. Maaf, beribu maaf! Banyak anggota telah berpidato, dan dalam pidato mereka itu diutarakan hal-hal yang sebenamya bukan permintaan Paduka Tuan Ketua yang mulia, yaitu bukan dasarnya Indonesia Merdeka. Menurut anggapan saya, yang diminta oleh paduka Tuan Ketua yang mulia ialah, dalam bahasa Belanda: “Philoso- fische grondslag” dari pada Indonesia Merdeka. Philosofische grondslag itulah pondamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat yang sedalam- dalamnya untuk diatasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka yang kekal dan abadi.
- Klaim bahwa Yamin sebagai penemu Pancasila dibantah oleh Bung Hatta. Melalui surat wasiatnya kepada Guntur Soekarnoputra, tanggal 16 Juni 1978, Bung Hatta mengatakan, mendekati akhir bulan Mei 1945 agenda utama sidang BPUPKI adalah soal dasar negara Republik Indonesia yang akan dibangun. “Kebanyakan anggota tidak mau menjawab pertanyaan itu, karena takut pertanyaan itu akan menimbulkan persoalan filosofi yang berpanjang-panjang,” kata Bung Hatta. Menurut Bung Hatta, Bung Karno yang menjadi salah satu anggota BPUPKI berhasil menjawab pertanyaan itu melalui pidato tanggal 1 Juni 1945.
- Bantahan terhadap klaim tentang Yamin juga diperkuat oleh Ananda B Kusumah, seorang pengajar UI, yang melakukan riset mendalam terhadap dokumen otentik BPUPKI. AB Kusumah membantah jika Mohammad Yamin yang pertama mengungkapkan dasar negara Pancasila dalam pidato di sidang BPUPKI (Asvi Warman, 2010).
- Yamin sendiri berulangkali mengakui Bung Karno sebagai penggali Pancasila: pidato filsafat Pancasila (5 Juni 1958), Seminar Pancasila (1 Juni 1959), dan Seminar Pancasila di Yogyakarta (16 Februari 1959). “Soekarno adalah penggali Pancasila yang otentik,” demikian pengakuan Mohamad Yamin di Seminar Pancasila di Yogyakarta, 16 Februari 1959 (Peter Kasenda, 2014).
- Tanggal 6 November 1965, saat sidang paripurna Kabinet Dwikora, di Istana Bogor, Bung Karno marah besar atas upaya menyelewengkan Pancasila menjadi kanan itu. Dengan tegas Bung Karno menyatakan, “Pancasila adalah Kiri.” Bung Karno mengatakan, unsur utama Pancasila adalah keadilan sosial. Selain itu, Pancasila juga anti-kapitalisme. Pancasila juga menentang exploitation de nation par nation. “Karena itulah Pancasila kiri,” tegas Bung Karno.
- Setelah Orde Baru runtuh, Hari Lahirnya Pancasila tidak serta merta diperingati kembali. Baru pada tahun 2010, atas prakarsa Ketua MPR kala itu, Taufik Kiemas, MPR memperingati Hari Lahirnya Pancasila untuk kali pertama pasca tumbangnya rezim Orde Baru. Bersamaan dengan itu, MPR aktif mengkampanyekan ‘empat pilar’, yaitu Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika. Tetapi, kampanye empat pilar itu dikecam banyak pihak dan dianggap menyesatkan. Sebab, Pancasila sebagai dasar negara tidak sama dengan ‘pilar/tiang”.
- Tanggal 3 April 2014, Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia membatalkan frasa “empat pilar berbangsa dan bernegara” yang terkandung dalam Pasal 34 ayat (3b) huruf a Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.
Sumber Artikel: http://www.berdikarionline.com/gotong-royong/20150601/15-fakta-tentang-kelahiran-pancasila.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar