Kamis, 26 November 2015

Jakarta Kota Bengis Terburuk di Indonesia

Jakarta, ibu kota Indonesia, dijuluki oleh Pusat Studi Urban dan Desain (PSUD) sebagai kota terburuk di Indonesia. Kota ini dinilai tidak indah secara visual, tidak berfungsi secara benar dalam hal tata kota dan miskin fasilitas publik.

Dalam urusan keindahan dan tata kota misalnya untuk hal-hal yang kecil saja, seperti petunjuk jalan, tempat sampah, informasi kota, hingga taman publik, Jakarta tidak mampu menyediakan dengan baik dan merata.

“Semua serba kacau, semrawut, dan serampangan,” ucap Ketua PSUD Mohammad Danisworo.

Dia menyebut Jakarta kota yang makin tidak berfungsi karena untuk menempuh jarak sepanjang 5 kilometer saja memerlukan waktu sekitar 2 jam.

Penilaian terhadap buruknya Jakarta bukan yang pertama kali. Sebuah firma riset Frost & Sullivan merilis survei “Journey Experience Index” di 23 kota dunia, termasuk Jakarta, yang dilakukan pada September 2010 hingga Februari 2011. Jakarta terpilih sebagai kota dengan sistem transportasi terburuk di mata penggunanya.

Mobilitas warga menjadi salah satu masalah penting Jakarta yang semakin kritis. Pada banyak hal kepentingan publik yang seharusnya menjadi dasar mengambil keputusan, terkalahkan oleh kepentingan bisnis yang menyihir Jakarta menjadi istana mall dan karnaval mobil dan motor yang mengalahkan transportasi publik.

Puluhan triliun rupiah kerugian sosial ekonomi dan lingkungan terbuang begitu saja di jalan-jalan Jakarta setiap tahunnya akibat kegagalan pemerintah dalam membangun infrastruktur pendukung mobilitas massa.

Ibu kota Indonesia berpenduduk lebih dari 10 juta jiwa ini tak terelakkan menjadi bagian dari jejaring ekonomi dunia. Sebagai ibu kota sekaligus pusat ekonomi, Jakarta punya beban ganda akibat sentralisasi yang dipikulnya.

Kota Jakarta selalu menjadi barometer dan rujukan kota lain di Indonesia. Apa yang terjadi dan dilakukan Jakarta, umumnya akan diikuti oleh kota lain. Kota-kota lain akan cenderung menjadi sama seperti Jakarta. Keadaan ini bisa terlihat dari kota penyangga Jakarta seperti Tangerang, Depok, Bekasi dan Bogor. Sayangnya apa yang ditiru itu lebih pada kesemrawutan dan buruknya tata kota.

Jakarta juga kumpulan kelas menengah dan terdidik Indonesia. Kota ini seharusnya memancarkan hidupnya demokrasi dan partisipasi. Tetapi pada banyak hal, Jakarta justru menawarkan sistem hidup yang lebih banyak dibentuk tirani pasar dan selera privat yang sangat dominan mendefinisikan wajah kota.

Wajah privat menggila hampir dalam segala hal di Jakarta. Semua sudut kota seperti menjelma menjadi karnaval gerai bisnis, mulai dari yang paling mewah dan menor hingga yang kumuh dan bacin.

Di mata banyak warganya, Jakarta seperti dibangun untuk memusuhi penghuninya. Warga tak punya kendali atas nasib dirinya dan kota. Apa yang disebut publik seperti tidak relevan dalam pembangunan kota. Orang-orang didorong menjadi konsumen untuk hal-hal yang seharusnya tersedia sebagai layanan publik yang menjadi tanggung jawab pemerintah.

Sumber: Geotimes, 18/09/2014 13:38 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...