Sabtu, 20 Februari 2016

Enam Tanda Kampus yang Tidak Ramah Pada Wong Cilik

Universitas adalah lahan belajar menuai ilmu dan kawah untuk menggodog diri. Tempat ini merupakan ruang untuk membawa alam pikiran manusia Indonesia ke level yang lebih tinggi. Tetapi sayang, sering kita temukan kenyataan di mana uwong cilik alias kere, tidak bisa masuk kampus. Atau meskipun bisa, tetapi mereka tertatih untuk menjalani proses pendidikan. Berikut enam tanda kampus yang tidak ramah pada wong cilik.

1. Kamar mandinya pakai pispot berdiri untuk WC cowok

Sedari kecil kita diajari kencing di WC duduk atau jongkok. Enggak ada sejarahnya pake pispot yang berdiri berjejer-jejer itu. Mungkin dibuat demikian dengan tujuan agar bisa muat banyak orang dan bisa saling pamer.

2. Parkiran motor jauh dari kampus, tetapi parkir mobil deket

Mobil itu alat transportasi yang sangat mahal dan enggak semua orang punya. Beda dengan motor, karena hampir seluruh mahasiswa itu pasti punya dan menggunakannya. Tetapi kalau kampus enggak terlalu peduli dengan tata parkir motor, itu tandanya mereka berpihak pada kalangan mahasiswa bermobil. Ini jelas tidak ramah wong cilik yang hanya punya motor.

3. Tidak ada parkir sepeda

Salah satu syarat kampus berkualitas, adalah mendukung edukopolis. Alias kampus yang ramah untuk lingkungan dan pendidikan. Salah satu cirinya adalah menyediakan area parkir untuk pengguna sepeda. Daripada parkiran dipenuhi satu mobil cuma satu mahasiswa, mending mbok ya satu sepeda untuk satu orang. Kalau tidak ada parkir sepeda, itu tandanya kampus tidak mendukung wong cilik.

4. Fasilitas kampus disalahgunakan

Terjadi ketika mahasiswa akan mengadakan acara dengan menyewa gedung serba guna. Terkadang izinnya terkendala dan dipersulit. Sementara ketika ada orang luar mau mantenan, malah disewakan. Asal bisa membayar sesuai yang telah ditetapkan. Maka tak heran ada kampus yang terkenal dengan nama universitas gedong manten.

5. Uang kuliah dipukul rata

Enggak lihat-lihat mahasiswanya dari keluarga mampu atau tidak. Pokoknya urusan bayar, semua pukul rata berjuta-juta. Padahal ada keluarga yang pendapatannya banyak tetapi tanggungannya juga banyak. Lha masa iya ukuran anak pejabat disamakan dengan ukuran uwong cilik kan yo kurang adil juga.

 6. Tidak ada ruang diskusi di kelas

Lha kalau tidak ada ruang diskusi, bagaimana uwong cilik bisa mengembangkan kapasitas intelektualnya? Semisal dosennya hanya bicara dan mahasiswa mencatat, bukannya malah mirip penjara? Kalau ada kampus yang demikian, lebih baik bongkar saja karena jelas-jelas tidak mendukung wong cilik!

Sumber:  Jogja Student

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...