Bertinju di ring masih lumayan moralnya. Mereka saling rela memukul dan dipukul karena suatu tekad profesional, aturannya jelas, berlangsung transparan, dan mereka bertinju tidak dalam rangka bermusuhan, membenci atau menguasai sebagai sesama manusia.
Ada pertinjuan yang lebih kejam dari itu, yakni mekanisme orang ditinju, dipukul, dan disakiti di berbagai bidang kehidupan tanpa orang itu rela disakiti dan tak punya kewajiban apa pun untuk disakiti.
Kalau kita berpikir kuantitatif, tinju hanya ada di ring tinju. Tapi dengan berpikir kualitatif kita bisa menemukan petinju di Istana Negara, di gedung parlemen, di kantor-kantor kementerian, Gubernur hingga Lurah. Sejauh ini rakyat hampir selalu kalah KO.
Sumber: CakNun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar