Genjer adalah tanaman rawa yang tumbuh liar di sekitar tanah persawahan, perairan dangkal atau rawa. Biasanya ditemukan tumbuh bersama-sama enceng gondok. Dapat hidup selama satu tahun dan berbunga sepanjang tahun. Dia termasuk salah satu tanaman hortikultura, yakni sejalan dengan fungsi tanaman genjer yang biasanya digunakan sebagai bahan membuat sayuran.
Genjer dikenal dengan banyak nama lokal. Orang Batak menyebutnya haleyo dan eceng bagi orang Melayu. Sedang masyarakat Sunda menamainya saber dan disebut centongan bagi sebagian masyarakat Jawa. Sementara nama species yang disandangnya ialah limnocharis flava, termasuk dalam genus limnocharis dan keluarga limnocharitaceae. Oleh para ahli botani dimasukan sebagai kategori tanaman gulma. Pasalnya dalam jumlah populasi besar tanaman genjer umumnya menganggu tanaman produksi petani.
Tanaman ini mengandung nutrisi yang kaya, dari protein, lemak, karbohidrat, mineral dan juga vitamin. Genjer juga dikatakan kaya serat yang baik buat menjaga sistem pencernaan. Jika rajin mengkonsumsi sayuran ini bisa mencegah kanker dan sembelit. Daun dan bunganya juga berkhasiat menambah nafsu makan hingga cocok untuk konsumsi anak-anak atau remaja yang masih dalam fase pertumbuhan.
Genjer-Genjer. Beberapa masyarakat di Asia seperti Indonesia, India dan Thailand setidaknya biasa mengonsumsi tanaman sayur ini. Namun dalam kasus Indonesia, tanaman genjer dulu pernah identik dengan kemiskinan. Sayur genjer dianggap “sayuran orang miskin”. Saat sayuran lain mahal tak terbeli, genjer bisa diambil gratis di sawah-sawah.
Dengan menjadi simbol rakyat jelata, Genjer menginspirasi lahirnya karya lagu Genjer-genjer. Lagu ini merupakan respon ketika penjajah Jepang masuk dan memperburuk segalanya. “Isinya tentang penderitaan masyarakat saat itu, yang harus makan genjer yang juga dijadikan makanan bebek. Ibu saya sering masak daun genjer karena memang saat itu bahan makanan lain tidak ada,” urai Sinar Syamsi (61), anak Muhammad Arief si pengarang lagu itu, kepada Kompas.com (30/9/2014).
Awalnya lagu ini hanya dikenal sebatas lokalitas masyarakat Banyuwangi. Genjer-genjer jadi demikian populer di seantero negeri mulai sekitar awal tahun 1960-an ketika Bing Slamet dan Lilis Suryani menyayikan lagu itu. Lagu ini seolah-olah jadi lagu wajib karena sering diputar di TVRI dan RRI, yang notabene dua media nasional waktu itu.
Orde Baru berkuasa dan segalanya berubah. Istilah genjer menjadi stigmatisasi politik paska Peristiwa G30S. Muhammad Arief, pencipta lagu Genjer-genjer itu, diciduk dan “hilang” dalam aksi “pembersihan” PKI di tahun 1966-1967. Tak kurang dari itu, lagu Genjer-genjer yang pada waktu itu sinonim dengan PKI juga dilarang diperdengarkan.
Propaganda Orde Baru dilanggengkan melalui produksi film wajib Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI pada tahun 1984. Film dokumenter sejarah yang disutradarai oleh Arifin C. Noer dan diproduseri oleh G. Dwipayana secara manipulatif merekayasa proses penyiksaan enam jendral TNI AD oleh para aktivis Gerwani dengan diiringi lagu Genjer-genjer. Jaman itu kata genjer menjadi sebuah istilah yang tabu diucapkan.
Paska Orde Baru, meski tidak sepenuhnya tentu banyak mitos terkuak. Kisah penyiksaan enam Jenderal itu, masih banyak mengandung polemik sejarah. Namun begitu penulisan sejarah resmi toh naga-naganya belum sepenuhnya berubah, meski tafsiran sejarah yang berbeda kini telah terbuka sebegitu rupa terhadap sejarah Peristiwa G30S.
Genjer dan lagu Genjer-genjer pun secara politik kebudayaan direhabilitasi. Bukan oleh pernyataan resmi negara melainkan justru oleh kiprah masyarakat. Dalam Film Gie yang mengangkat buku Catatan Seorang Demonstran karya Soe Hok Gie, dan distrudarai oleh Riri Reza, untuk kali pertama dalam sejarah film Indonesia kita mendengar kembali suara merdu Bing Slamet mendendangkan lagu Genjer-genjer.
Tak mau ketinggalan Ahmad Dhani pada musim pilpres baru-baru lalu. Ntah atas dasar alasan apa, selain menjiplak aransemen musik sebuah lagu Queen, sang pentolan manajemen musik Republik Cinta ini pun menjiplak aransemen musik lagu Genjer-genjer untuk mendukung kandidat yang kalah itu.
Lebih dari itu. Simaklah dari jagat kuliner. Kini bermuncul aneka ragam inovasi menu masakan dengan bahan tanaman genjer tersaji di berbagai rumah makan. Ada tumis genjer, oseng-oseng genjer plus oncom, pecel atau lotek genjer, genjer tauco, dan lain sebagainya. Jelas, genjer kini sudah tak lagi dianggap sebagai identik sayurnya orang miskin. Kata genjer kini bukan lagi sebuah tabu. Tapi, lagu Genjer-genjer tetaplah menyimpan sejarah dan kenangan kelam tentang kisah-kisah “mereka yang dilumpuhkan”.
Sumber: Boleh Merokok
Tidak ada komentar:
Posting Komentar